Sabtu, 24 Maret 2012

Permasalahan di perbankan yang menggunakan IT

Perkembangan teknologi yang semakin pesat menyebabkan banyaknya penemuan yang dapat memudahkan aktivitas manusia. Teknologi tersebut membantu manusia dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul dari batas-batas jarak, ruang dan waktu. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat membuat bola dunia terasa makin kecil dan serasa tak ada lagi jarak dalam ruang yang sangat luas ini. Cara pandang terhadap dunia pun kini sudah berubah. Di balik semua itu, teknologi informasilah yang menjadi ujung tombak perubahan-perubahan yang dirasakan manusia di muka bumi ini.

Dalam dunia perbankan pun juga menggunakan teknologi informasi. Namun, karena adanya permasalahan di dunia perbankan yang menggunakan IT, maka dibuatnya peraturan Bank Indonesia tentang internet banking untuk melindungi salah satu transaksi di dunia perbankan dalam menggunakan peralatan IT.

Siapa pun pasti tergiur untuk mendapatkan uang yang banyak tanpa harus bersusah payah dan dalam waktu singkat. Maka, tak terbatas kemungkinan pihak orang dalam dari bank tersebut yang mempunyai keahlian dalam IT dapat melakukan cybercrime.

Contoh permasalahan yang ada di dunia perbankan yang menggunakan IT adalah cybercrime yang dilakukan oleh orang yang sangat mahir dan pandai dalam memanfaatkan kelebihan dan kelemahan komputer untuk suatu tindak kejahatan, seperti halnya password cracker yang merupakan program untuk membuka enskripsi password atau sebaliknya dan untuk mematikan system pengaman password. Bank BCA pernah tertimpa kasus plesetan situs BCA, dengan menggunakan modus typosite, seorang typositer berhasil menjaring lebih dari seratus PIN nasabah BCA dalam waktu sekitar 24jam setelah yang bersangkutan membuat nama domain mirip www.klikbca.com seperti www.kilkbca.com, www.klikbac.com, dan lain-lain melalui register luar negeri. Akibatnya, username dan password akan masuk ke dalam database pelaku. Plesetan situs klikbca ini adalah kasus yang paling populer.

Perseteruan Pakar It Perbankan

Baru-baru ini masyarakat Indonesia pengguna mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri / Automated Teller Machine) dihebohkan dengan terjadinya banyak kasus pembobolan ATM, yaitu pembobolan akses rekening nasabah beberapa bank nasional dengan modus duplikasi kartu ATM menggunakan apa yang disebut ATM skimmer dan juga pencurian PIN kartu ATM tersebut.

Sempat ditayangkan dengan gamblang dan detail di stasiun televisi tentang bagaimana proses terjadinya pembobolan akses rekening tersebut, termasuk cara pemasangan alat ATM skimmer dan kamera CCTV berukuran mini untuk mengintip PIN pengguna ATM, yang diterangkan oleh seorang yang disebut sebagai ahli forensik IT.

Tayangan tersebut ternyata menimbulkan kontroversi, misalnya pihak polisi bahkan sampai mengadukan tayangan tersebut ke KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) tentang layak tidakna tayangan seperti itu disaksikan oleh masyarakat umum.

Yang lebih aneh lagi, ada juga kontroversi antara sesama “pakar” di bidang IT antara Roy Suryo dan Ruby Alamsyah, seperti yang saya baca dari MetroTVNews berikut ini:

Kasus pembobolan dana nasabah ternyata membuka perseteruan antara pakar informasi teknologi, Roy Suryo dan Ruby Alamsyah, ahli IT perbankan. Ini berawal dari peragaan Ruby soal proses pembobolan dana nasabah melalui anjungan tunai mandiri (ATM). Terkait hal tersebut, Roy sempat mempertanyakan keahlian Ruby dalam bidang forensik IT. Lalu siapakah yang sebenarnya ahli dalam bidang IT?Ruby Alamsyah adalah alumnus teknologi informasi dari Universitas Gunadarma di Depok, Jawa Barat. Ia meraih master dalam bidang yang sama dari Universitas Indonesia.

Sedangkan, Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo adalah sarjana komunikasi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Roy meraih gelar master dalam bidang perilaku dan promosi kesehatan di kampus yang sama.

Karier keduanya berbeda. Roy saat ini sudah menjadi Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Sebelumnya, Roy adalah pengajar dan pembicara di beberapa universitas serta konsultan internet dan video konferensi di Polda DIY.

Sedangkan, Ruby bergelut dibidang IT dan keamanan sistem selama 11 tahun serta Konsultan Forensik Kepolisian Indonesia dan Asia.

Aktivitas organisasi keduanya pun berbeda. Ruby aktif dalam organisasi internasional untuk investigasi kriminalitas dengan teknologi tinggi (HTCIA). Sedangkan, Roy aktif dalam Organisasi Masyarakat Telematika Indonesia dan Komunitas Fotografi.